Kamis, 22 Maret 2012

Ragam Kain : SIDAMUKTI

SIDAMUKTI, merupakan motif batik klasik Gaya Surakarta/Yogyakarta, berpola 'semen latar putih' dengan bentuk dasar segi empat sama sisi. Antara segi empat yang satu dengan yang lain dibatasi oleh dua buah garis sejajar berkelok-kelok yang diisi dengan sawut 'sederetan garis dan cecek sederetan titik'. Di dalam kotak dihiasi dengan gambar bangunan menyerupai rumah yang dikelilingi oleh ranting berdaun. Hiasan lain berupa ukel' motif yang menyerupai spiral' yang memadati seluruh kain. Motif ini dikenakan pengantin waktu Panggih 'temu pengantin'. Nama Sidomukti mempunyai arti sida menjadi mukti, mulia, bahagia, sejahtera. Dengan mengenakan motif tersebut pengantin diharapkan menjadi dapat hidup mukti dikemudian hari.Koesrapiah. Ensiklopedi Kebudayaan Jawa

Ragam Kain : TRUNTUM

Motif batik klasik Gaya Yogyakarta dan Surakarta dengan pola semen berlatar hitam atau berwarna dasar hitam. Motif ini mulanya hanya terdiri dari kuntum bunga yang menyerupai bunga tanjung yang mekar, yang disusun berjajar dan menebar di seluruh kain. Namun dengan berjalannya waktu, motif ini berkembang menjadi pola yang disebut truntum lar 'truntum dengan sepasang sayap',, truntum boket 'truntum yang diseling dengan motif menyerupai untaian bunga dan daun", dan truntum Sri Kuncara 'truntum yang diseling motif dahan berkelok-kelok dengan untaian tunas-tunas padi'. Ukuran kain 1.15x2.65 meter. Motif khusus untuk kedua orang tua pengantin dalam upacara perkawinan. Motif yang terkandung merupakan suatu pengharapan agar kehidupan kedua mempelai kelak menjadi lebih mekar, sejahtera dan berbunga-bunga. Koesrapiah. Ensklopedi Budaya Jawa

Ragam Kain : Parang Rusak Barong Tumurun

Salah satu motif klasik Batik Gaya Yogyakarta dengan pola parang 'berpola dasar garis miring antara sederetan motif yang satu dengan yang lain yang dibatasi oleh mlinjon' dan berlatar dasar hitam. Motif ini menampilkan ragam hias parang rusak yang secara bertahap membesar menjadi parang barong kemudian mengecil kembali menjadi parang rusak glendreh. Ukuran kain 1,15 x 2,65 meter. Fungsinya sebagai nyamping, dikenakan dengan cara dililitkan pada kedua kaki sampai ke pinggul sebanyak dua kali. Sisa kain dibuat wiron 'wiruan'. Motif ini merupakan motif kebesaran Kraton Yogyakarta, dikenakan oleh Raja, permaisuri, putra-putri Raja pada upacara kebesaran (perkawinan, penobatan raja, ulang tahun penobatan, menjamu tamu agung dan sebaginya). Sesuai dengan perkembangan zaman, sekarang motif ini di luar Kraton juga ada yang mengenakannya. Koesrapiah. Ensklopedi Kebudayaan Jawa.